Libero.id - Thaksin Shinawatra mengambil alih Manchester City pada 2007 dengan target mendominasi Liga Premier. Salah satu langkah yang diambil adalah mendatangkan 3 pemain Thailand yang tidak dikenal di Inggris.

Saat Shinawatra berkuasa, The Citizens dilatih Sven-Goran Eriksson. Mantan pelatih tim nasional Inggris itu diberi kebebasan untuk menentukan skuad yang diinginkan. Tapi, bukan berarti otoritas Eriksson terbebas dari intervensi sang pemilik. Sebagai orang Thailand, tentu saja Shinawatra berkepentingan dengan sepakbola di Negeri Gajah Putih.

Salah satu catatan kaki yang aneh dari kepemilikan Shinawatra adalah keputusan mengontrak tiga pemain Thailand. Mereka adalah Teerasil Dangda, Kiatprawut Saiwaeo, dan Suree Sukha.

Tidak ada yang salah dengan orang-orang itu. Masalahnya hanya posisi tim nasional Thailand di daftar peringkat FIFA yang jauh dari syarat yang digariskan FA kepada klub-klub Liga Premier ketika mengontrak pemain asing. Tidak ada satupun dari pemain-pemain itu yang memenuhi syarat untuk mendapatkan izin kerja di Inggris.

"Ketika orang seperti itu (Shinawatra) memimpin sebuah klub, mereka dapat mencoba membuat para pemain dari negara mereka sendiri lebih kuat. Saya pikir itulah alasan mereka merekrut pemain dari Thailand," kata mantan pemain Man City, Javi Garrido, kepada ITV pada 2017.

Satu-satunya saat ketiga pemain pernah mengenakan seragam Man City terjadi pada akhir musim 2007/2008. Ketika itu, mereka main dari bangku cadangan dalam pertandingan persahabatan pascamusim melawan Thai League All-Stars XI. Man City menyerah 1-3 dengan Dangda gagal mencetak gol.

Berikut ini kabar terbaru 3 pemain Thailand di Man City pada era Shinawatra tersebut:

1. Teerasil Dangda

Dangda baru berusia 19 tahun ketika bergabung dengan Man City. Dia menjadi anggota tak terpakai dari skuad Thailand di Piala Asia 2007. Dan, setelah gagal di Etihad Stadium, dia dipinjamkan ke klub Swiss, Grasshoppers Zurich. Tapi, dia kembali gagal tampil kompetitif untuk tim utama.

Namun, sang striker menegaskan diuntungkan dari petualangan singkatnya di Eropa. "Waktu di Man City sangat membantu saya karena saya memperoleh pengalaman berharga. Itu membantu saya naik dari level amatir ke level profesional," kata Dangda di situs resmi FIFA pada 2011.

"Itu memperluas visi saya dan saya belajar pentingnya memiliki sikap yang benar untuk lebih meningkatkan diri saya. Yang terpenting, itu membantu saya mengambil keputusan untuk melanjutkan karier sepakbola saya. Saya juga harus beradaptasi dengan cara Eropa dalam hal disiplin dan mental. Saya belajar bahwa saya harus memiliki kepercayaan diri pada teknik dan keterampilan saya. Dengan itu saya dapat menembus beberapa nilai sosial tradisional Asia seperti senioritas," ungkap Dangda.

Sejak meninggalkan Man City, Dangda telah mengukir karier yang mengesankan di kompetisi lokal. Dia membantu Muangthong United memenangkan sejumlah penghargaan. Di klub itu, dia bermain bersama Robbie Fowler dan Jay Bothroyd. "Saya pikir dia adalah pemain hebat dan memiliki segalanya. Dia bisa menjadi apapun yang dia inginkan di lapangan," puji Fowler saat itu, dilansir Four Four Two.

Dari Muangthong, Dangda mendapatkan kesempatan trial di beberapa klub Eropa. Contohnya, Queens Park Rangers (QPR), Getafe, hingga Atletico Madrid. Tapi, pada akhirnya Dangda menjalani  masa pinjaman di Almeria. Dia menjadi pesepakbola Asia Tenggara pertama yang tampil di La Liga serta mencetak gol dalam kemenangan 4-3 melawan Real Betis di Copa del Rey.

Dangda menjadi kapten tim nasional Thailand, yang telah mencetak 45 gol dalam 104 caps. Sejak 2018, dia bermain di J-League. Setelah sempat dipinjam Sanfrecce, Dangda musim ini membela Shimizu S-Pulse.

2. Kiatprawut Saiwaeo

Ketika Dangda menggunakan Man City sebagai batu loncatan, Saiwaeo tidak bisa menyamai pencapaian rekan satu timnya itu. Bek tengah yang saat itu baru berusia 21 tahun tersebut ikut pindah setelah ditolak The Citizens. Dia bergabung dengan Club Brugge dengan status pinjaman.

Gagal di Inggris maupun Belgia, Saiwaeo kembali ke Thailand untuk memainkan sebagian besar kariernya untuk Chonburi dan Chiangrai United. Dia menghasilkan 36 caps untuk tim Gajah Putih. Sebelumnya, saat junior Saiwaeo ikut membantu Thailand meraih medali emas SEA Games 2003 dan 2005.

Namun, pada usia yang baru 32 tahun, Saiwaeo terpaksa pensiun karena cedera lutut kronis. Cedera membuat dirinya frustrasi lantaran tidak kunjung sembuh. Saat ini, dia berusia 34 tahun dan sedang menjalani kursus kepelatihan.

3. Suree Sukha

Sukha adalah yang paling berpengalaman dari ketiganya pada saat pindah ke Inggris. Dengan 68 caps untuk Thailand, dia bergabung dengan Man City saat berusia 24 tahun. Bersama Dangda, dia dipinjamkan ke Grasshopper Zurich. "Saya percaya pada diri saya sendiri. Saya yakin saya bisa melakukannya. Ini tidak ada hubungannya dengan politik," kata Sukha setelah bergabung dengan Man City.

"Sangat menyenangkan bahwa pemain Thailand memiliki kesempatan ini. Saya ingin melakukan pekerjaan dengan baik di Man City. Thaksin adalah pemiliknya dan dia mengatakan ingin meningkatkan sepakbola Thailand. Tidak ada yang salah dengan itu," tambah Sukha.

Sayang, Pelatih Thailand pada masa itu, Charnwit Polcheewin, tidak mendapatkan memo tersebut. "Kami tahu ini politis. Tapi, ini bukan satu-satunya alasan. Saya melihat performa Suree dalam uji coba di Manchester. Dia luar biasa dan Sven terkesan. Saya sangat yakin ini adalah keputusan Sven dan bukan keputusan Thaksin," ungkap  Polcheewin.

Gagal di Man City, Sukha kemudian mengikuti Saiwaeo ke Chonburi dan menikmati banyak kesuksesan di Buriram United di bawah manajemen mantan bos tim junior Real Madrid, Alejandro Menendez. Sejak meninggalkan Buriram pada 2016, dia bermain di beberapa klub lokal. Musim ini, Sukha membela Muangkan United sebelum dipinjamkan ke Kanchanaburi.