Libero.id - Fussball-Club Luzern pernah populer di Indonesia. Kepopuleran klub asal Swiss itu melebihi Real Madrid, Juventus, atau Manchester United. Penyebabnya, keberadaan Kurniawan Dwi Yulianto pada 1994/1995.
Biasa disapa FCL, Luzern, atau Lucerne, klub ini berbasis di Lucerne, yaitu wilayah Swiss yang berbahasa Jerman. Didirikan pada 12 Agustus 1901, Luzern punya perjalanan panjang di kompetisi sepakbola Swiss. Mereka pernah 9 kali promosi dan 8 kali degradasi.
Era terbaik Luzern tercipta pada 1988/1989 ketika menjuarai kasta tertinggi kompetisi Swiss. Saat itu, mereka ditangani pelatih asal Jerman, Friedel Rausch. Selain 1988/1989, Luzern juga memenangkan Piala Swiss 1959/1960 setelah mengalahkan FC Grenchen dan 1991/1992 seusai mempermalukan FC Lugano.
Kesuksesan Luzern pada periode tersebut tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Ottmar Hitzfeld. Nakhoda legendaris Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund itu bekerja di Luzern mulai musim panas 1980. Dia berhenti pada akhir musim 1984/1985 saat Rausch mengambil alih kendali ruang ganti.
Sebelum juara pada 1988/1989, Rausch membimbing Luzern finish di posisi 3 pada 1985/1986 dan lolos ke Piala UEFA untuk pertama kalinya dalam sejarah. Sayang, mereka harus dikalahkan Spartak Moscow.
Kemudian, setelah memenangkan Liga Swiss 1988/1989, Luzern berpartisipasi di Piala Eropa (Liga Champions) untuk pertama kalinya dalam sejarah dan satu-satunya hingga hari ini. Tapi, Luzern kurang beruntung karena harus bertemu wakil Belanda, PSV Eindhoven di Putaran II. Pada Putaran I, Luzern mampu menyingkirkan Levski Sofia dari Bulgaria.
Sayangnya performa Luzern terus menurun setelah meraih mahkota Liga Swiss. Pada 1991/1992, Luzern gagal lolos ke fase Grup Juara (Liga Swiss saat itu dibagi ke Grup Juara dan Grup Degradasi) karena selisih gol. Akibatnya, secara mengejutkan mereka terdegradasi, meski mampu menjuarai Piala Swiss di akhir musim.
Hanya bermain satu musim di kasta kedua, Luzern kembali promosi pada 1993/1994. Sempat dilatih Bertalan Bicskei (Hungaria) dan Timo Konietzka (Jerman), Luzern kemudian mempekerjakan Jean-Paul Brigger (Swiss).
Sebagai pelatih yang gemar mengoleksi pemain muda, yang dikemudian hari bekerja untuk FIFA, Brigger memantau banyak pemain junior dari berbagai negara. Ketika mendengar ada pemain dari Asia yang timnya sedang menjalani kompetisi di Italia (PSSI Primavera), Brigger meminta rekaman video pertandingannya. Lalu, dia mengizinkan pemain itu melakukan trial.
Pemain yang dimaksud adalah Kurniawan. Bertubuh kecil dan baru berusia 18 tahun, pria asal Magelang itu sebenarnya sudah lulus dari Primavera dan sedang ikut latihan di Sampdoria bersama Roberto Mancini, David Platt, Ruud Gullit, hingga Attilio Lombardo. Kurniawan juga sempat bermain di pertandingan uji coba pramusim I Blucerchiati di Asia.
Meski ikut bertanding di Jakarta, Kurniawan tidak masuk tim utama maupun skuad muda Sampdoria untuk Serie A musim berikutnya. Tidak patah arah, dia kembali ke Eropa untuk mencoba peruntungan di Swiss.
Brigger dan manajemen Luzern memberi Kurniawan kesempatan trial satu pekan. Kepercayaan yang tidak disia-siakan pria yang kini melatih Sabah FA di Malaysia Super League itu. Kurniawan mampu menunjukkan penampilan terbaik selama trial. Meski bertubuh kecil dan kurus, dia menunjukkan kecepatannya. Kurniawan juga ngotot dan pantang menyerah saat merebut bola.
Oleh Luzern, Kurniawan dikontrak 1 musim. Dia mendapatkan bayaran 3.000 Franc Swiss (sekitar Rp40-an juta dengan kurs sekarang) sebulan. Kurniawan juga mendapatkan fasilitas dari sponsor klub untuk mendapatkan sepatu berlabel Adidas Copa Mundial. Ada juga bonus gol maupun kemenangan, yang jumlahnya lebih besar dari gaji.
Bermain di Eropa benar-benar mengasah fisik maupun mental Kurniawan. Dia harus menjalani persaingan internal dengan dua penyerang tengah lainnya, yaitu Urs Guentensperger dan Agent Sawu. Ada lagi Francesco Cavallucci, Maurizio Melina, Sven Leder, hingga Markus Ruef, yang juga bisa beroperasi di depan.
Persaingan internal juga dimeriahkan dengan regulasi pemain asing ketika itu. Beda dengan saat ini yang mengacu pada Bosman Ruling, keberadaan pemain asing pada era itu di kompetisi Benua Biru masih dibatasi. Setiap klub di Liga Swiss ketika itu hanya boleh memiliki 3 pemain asing dari luar Uni Eropa. Selain Kurniawan dan Samu (Zimbabwe), Luzern 1994/1995 memiliki Semir Tuce (Bosnia-Herzegovina).
Berkat regulasi pemain asing itu pula kontrak Kurniawan tidak diperpanjang untuk musim 1995/1996. Pada transfer window musim 1995, Luzern mendatangkan Johnson Bwalya (Zambia) dan Petar Aleksandrov (Bulgaria). Bwalya untuk menggantikan Tuce dan Aleksandrov untuk mengisi tempat Kurniawan.
Meski hanya singkat, Kurniawan mampu menunjukkan penampilan yang lumayan. Kurniawan menjalani debut pada pekan 23, 26 Februari 1995, saat melawan Grasshoppers Zurich. Kurniawan hanya diberi kesempatan bermain 24 menit di babak kedua pada pertarungan yang dimenangkan Luzern 4-1.
Sempat tidak masuk skuad pada pekan 24, Kurniawan bermain lagi di pekan 25 hingga 31. Pada pekan 27 ketika menghadapi FC Basel, 8 April 1995, pesepakbola kelahiran 13 Juli 1976 tersebut memproduksi gol pertama. Lalu, pada 10 September 1995, gol kedua lahir saat melawan FC Sion. Sementara gol ketiga kembali tercipta melawan Basel pada 21 Oktober 1995.
Sepanjang musim 1994/1995, Kurniawan diberi kesempatan merumput 12 kali. Hasilnya, 3 gol disumbangkan. Dia juga sempat bermain melawan Rudar Velenje (Slovenia) pada Piala Intertoto, 22 Juli 1995. Bermain 64 menit, Luzern dan Rudar imbang 1-1.
Saat ini, Kurniawan telah beralih profesi menjadi pelatih. Sementara Luzern tetap eksis di Swiss Super League. Mereka dilatih pemain Swiss di Euro 2004, Fabio Celestini. Luzern juga punya sejumlah pemain bagus seperti Louis Schaub, yang berstatus pemain tim nasional Austria.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini