Nasib baik Giuly bersama klub tidak berbanding lurus dengan timnas. Padahal di Barcelona dia berjaya.
Seperti Inggris, Spanyol, Italia, atau Jerman, Prancis juga memiliki tradisi sepakbola yang berbeda. Di Negeri Mode, ada satu anekdot yang diyakini kebenarannya selama bertahun-tahun dan terbukti nyata. Itu adalah anekdot tentang pemain hebat di klub yang gagal bersama Les Bleus.
Di masa lalu, anekdot itu terbukti kebenarannya saat Eric Cantona dan David Ginola bermain. Cantona sukses bersama Leeds United dan Manchester United. Sementara Ginola menjadi pemain pujaan fans wanita Tottenham Hotspur dan Newcastle United.
Sayang, saat bermain di tim nasional, keduanya loyo. Momen yang paling ikonik terjadi ketika Prancis dikalahkan Bulgaria pada pertandingan terakhir Kualifikasi Piala Dunia 1994 Zona Eropa. Umpan gagal Ginola kepada Cantona berujung kegagalan Les Bleus mendapatkan tiket turnamen di Amerika Serikat.
Untuk era terkini, anekdot itu terbukti benar pada Karim Benzema. Striker keturunan Aljazair tersebut memiliki trofi yang sangat banyak bersama Real Madrid. Jebolan Olympique Lyon itu adalah penyerang yang membantu Los Blancos mendapatkan 4 trofi Liga Champions dengan 3 di antaranya beruntun. Dia juga menyumbang 4 Ligue 1 untuk Lyon.
Keberuntungan Benzema di klub berubah 180 derajat saat membela timnas. Gara-gara masalah pekerja seks komersial (PSK) dan surat kaleng pemerasan Mathieu Valbuena, Didier Deschamps alergi untuk memanggil Benzema ke Euro 2016 dan Piala Dunia 2018.
Uniknya, sebelum era Benzema dan setelah era Cantona, hal yang nyaris sama sempat menimpa Ludovic Giuly. Pria kelahiran Lyon, 10 Juli 1976, tersebut pernah membawa sejumlah klub raksasa Eropa menggapai berbagai gelar juara.
Giuly memimpin AS Monaco meraih gelar Division 1 (kompetisi sebelum Ligue 1 diluncurkan) pada 1999/2000. Kemudian, Trophee des Champions 2000 dan Coupe de la Ligue 2002/2003. Giuly juga nyaris menjadi juara Liga Champions 2003/2004 bersama Monaco. Sayang, Monaco dikalahkan FC Porto dengan Jose Mourinho sebagai pelatihnya.
Karier Giuly semakin melesat ketika membela Barcelona. Pria yang kini berusia 44 tahun tersebut menjadi bagian sukses El Barca era Frank Rijkaard. Berkolaborasi dengan Ronaldinho, Deco, Samuel Eto'o, hingga Xavi Hernandez muda, Giuly mempersembahkan La Liga (2004/2005, 2005/2006), Supercopa de Espana (2005, 2006), serta Liga Champions 2005/2006.
Ketika itu, Giuly menjadi bagian dari trisula maut Barcelona dalam skema 4-3-3 dan permainan tiki-taka yang menghibur. Dia kehilangan posisi inti hanya ketika Lionel Messi mendapatkan kesempatan membela tim utama.
Selain Barcelona, kesuksesan juga didapatkan Giuly ketika pergi ke Italia untuk membela AS Roma. Di Stadio Olimpico, dia mempersembahkan Coppa Italia (2007/2008) dan Supercoppa Italia (2007). Begitu pula ketika pulang kampung untuk memperkuat Paris Saint-Germain (PSG). Dia masih sanggup mendapatkan Coupe de France (2009/2010).
Sial, nasib baik Giuly bersama klub tidak berbanding lurus dengan timnas. Dia hanya pernah 17 kali mengenakan seragam Les Bleus dan menyumbang 3 gol selama 22 tahun menjalani karier profesional. Hanya Piala Konfederasi 2003 sebagai satu-satunya turnamen antarnegara yang pernah diikuti winger berpostur 164 cm tersebut. Saat itu, Prancis juara.
Bukti lain kesialan Giuly bersama timnas terjadi sebelum Piala Dunia 2006. Bermodalkan sukses di Barcelona, banyak pengamat dan media di Prancis yang memasukkan nama Giuly dalam 23 anggota skuad Les Bleus di Jerman.
Namun, Giuly justru dicoret Raymond Domenech. Posisinya diisi Franck Ribery, yang ketika itu masih membela Olympique Marseille dan berstatus anak bawang. Giuly semakin meradang karena alasan yang dikemukakan Domenech tidak masuk akal dan berbau mistis.
Domenech menganggap zodiak Giuly, Cancer, tidak akan cocok untuk tampil di kompetisi tahun tersebut. Bahkan, ketika Djibril Cisse dicoret karena cedera patah kaki saat uji coba melawan China, Domenech tetap tidak melirik Giuly. Dia menunjuk Sidney Govou yang berzodiak Leo.
"Saya terkejut dengan kata-katanya (alasan pencoretan yang diungkapkan Domenech) yang menggigit karena saya selalu menunjukkan rasa hormat kepadanya. Dia harus mengerti bahwa dia membuat saya melewatkan Piala Dunia tanpa memberi tahu saya alasannya. Saya bukan anak kecil lagi. Selama saya tidak mendapat jawaban (logis) darinya, saya akan terus membuka mulut (protes)," kata Giuly saat itu, dilansir Sky Sports.
Frustrasi tidak dipanggil Prancis, Giuly memutuskan pensiun dini. Dia memilih berlibur ke Dubai saat Piala Dunia berlangsung. Pemilik nama lengkap Ludovic Vincent Giuly menolak bermain untuk Les Bleus lagi.
Pada 31 Mei 2011 Giuly mengejutkan Prancis dengan membela "timnas" Corsica saat beruji coba dengan Bulgaria. Layaknya Katalunya di Spanyol, Corsica adalah wilayah di Prancis yang sejak lama menuntut kemerdekaan. Seperti Katalunya pula, Corsica punya timnas sendiri yang tidak berafiliasi ke FIFA.
Di masa lalu, anekdot itu terbukti kebenarannya saat Eric Cantona dan David Ginola bermain. Cantona sukses bersama Leeds United dan Manchester United. Sementara Ginola menjadi pemain pujaan fans wanita Tottenham Hotspur dan Newcastle United.
Untuk era terkini, anekdot itu terbukti benar pada Karim Benzema. Striker keturunan Aljazair tersebut memiliki trofi yang sangat banyak bersama Real Madrid. Jebolan Olympique Lyon itu adalah penyerang yang membantu Los Blancos mendapatkan 4 trofi Liga Champions dengan 3 di antaranya beruntun. Dia juga menyumbang 4 Ligue 1 untuk Lyon.
Giuly memimpin AS Monaco meraih gelar Division 1 (kompetisi sebelum Ligue 1 diluncurkan) pada 1999/2000. Kemudian, Trophee des Champions 2000 dan Coupe de la Ligue 2002/2003. Giuly juga nyaris menjadi juara Liga Champions 2003/2004 bersama Monaco. Sayang, Monaco dikalahkan FC Porto dengan Jose Mourinho sebagai pelatihnya.
BACA FEATURE LAINNYA
Kisah Dokter Ingin Meneliti Tubuh Ibrahimovic, Makin Tua Makin Moncer
Kisah Dokter Ingin Meneliti Tubuh Ibrahimovic, Makin Tua Makin Moncer
Ketika itu, Giuly menjadi bagian dari trisula maut Barcelona dalam skema 4-3-3 dan permainan tiki-taka yang menghibur. Dia kehilangan posisi inti hanya ketika Lionel Messi mendapatkan kesempatan membela tim utama.
Sial, nasib baik Giuly bersama klub tidak berbanding lurus dengan timnas. Dia hanya pernah 17 kali mengenakan seragam Les Bleus dan menyumbang 3 gol selama 22 tahun menjalani karier profesional. Hanya Piala Konfederasi 2003 sebagai satu-satunya turnamen antarnegara yang pernah diikuti winger berpostur 164 cm tersebut. Saat itu, Prancis juara.
Namun, Giuly justru dicoret Raymond Domenech. Posisinya diisi Franck Ribery, yang ketika itu masih membela Olympique Marseille dan berstatus anak bawang. Giuly semakin meradang karena alasan yang dikemukakan Domenech tidak masuk akal dan berbau mistis.
Domenech menganggap zodiak Giuly, Cancer, tidak akan cocok untuk tampil di kompetisi tahun tersebut. Bahkan, ketika Djibril Cisse dicoret karena cedera patah kaki saat uji coba melawan China, Domenech tetap tidak melirik Giuly. Dia menunjuk Sidney Govou yang berzodiak Leo.
"Saya terkejut dengan kata-katanya (alasan pencoretan yang diungkapkan Domenech) yang menggigit karena saya selalu menunjukkan rasa hormat kepadanya. Dia harus mengerti bahwa dia membuat saya melewatkan Piala Dunia tanpa memberi tahu saya alasannya. Saya bukan anak kecil lagi. Selama saya tidak mendapat jawaban (logis) darinya, saya akan terus membuka mulut (protes)," kata Giuly saat itu, dilansir Sky Sports.
Frustrasi tidak dipanggil Prancis, Giuly memutuskan pensiun dini. Dia memilih berlibur ke Dubai saat Piala Dunia berlangsung. Pemilik nama lengkap Ludovic Vincent Giuly menolak bermain untuk Les Bleus lagi.
Pada 31 Mei 2011 Giuly mengejutkan Prancis dengan membela "timnas" Corsica saat beruji coba dengan Bulgaria. Layaknya Katalunya di Spanyol, Corsica adalah wilayah di Prancis yang sejak lama menuntut kemerdekaan. Seperti Katalunya pula, Corsica punya timnas sendiri yang tidak berafiliasi ke FIFA.