Raphael Maitimo dan Gaston Salasiwa
Libero.id - Liga Primer Indonesia (LPI) pernah menghebohkan Indonesia. Bermula dari kekecewaan terhadap PSSI pimpinan Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, sekelompok orang mendirikan kompetisi sempalan Indonesia Super League (ISL).
Dimotori pengusaha nasional, Arifin Panigoro, 19 klub sepakbola baru maupun lama sepakat mendirikan LPI. Dananya tidak lagi mengandalkan APBD, melainkan dari Konsorsium LPI dengan sistem bantuan modal dan bagi hasil agar klub mandiri secara finansial serta profesional dalam manajemen.
Untuk menarik suporter datang ke stadion, LPI menyediakan banyak pemain asing dari berbagai negara. Ada pula pemain-pemain keturunan Indonesia di Belanda yang didatangkan. Meski belum resmi mendapatkan paspor Republik Indonesia, pesepakbola-pesepakbola tersebut sudah diberi label "pemain Indonesia". Dalam barisan ini tidak termasuk Kim Kurniawan dan Irfan Bachdim yang memang statusnya sudah jelas.
Beberapa di antara pemain tersebut bahkan mengemban tugas sebagai duta kompetisi yang berkeliling ke sejumlah stasiun televisi maupun media untuk mempromosikan kompetisi. Mereka juga sempat menggelar sejumlah pertandingan amal untuk membantu korban bencana alam di Indonesia.
Kehadiran orang-orang Belanda keturunan Indonesia itu diharapkan mampu membuat suporter berpindah dari ISL ke LPI, meski hal itu tidak pernah terjadi. Pasalnya, LPI terpaksa berhenti ditengah jalan setelah tidak direstui FIFA dan dana konsorsium yang habis secara perlahan-lahan.
Berikut ini nasib 7 pesepakbola Belanda yang diklaim sebagai pemain Indonesia tersebut dan kabarnya saat ini:
1. Bryan Brard (Medan Chiefs)
Bryan datang ke Indonesia bersama saudaranya Dane. Memiliki darah Betawi, Brard bersaudara dan satu pemain keturunan lain, Ferd Pasaribu, membela Medan Chiefs. Di klub yang bermarkas di Stadion Baharuddin Siregar, Lubuk Pakam, itu mereka bermain dengan lima pemain asing, yaitu Luis Eduardo Hicks (Chile), Kevin Yann (Prancis), Shahril Ishak dan Baihakki Khaizan (Singapura), serta Abdelhadi Laakkad (Maroko).
Sebelum kompetisi dihentikan, Chiefs ada di posisi 5 klasemen Putaran I dengan koleksi 32 poin dari 18 pertandingan. Rekannya, Abdelhadi, menjadi pencetak gol sementara bersama Juan Manuel Cortes (Batavia Union) dan Fernando Gaston Soler (Real Mataram) dengan 13 gol.
Memulai karier dari klub junior ASWH, Brard bersaudara sama-sama membela Vitesse Arnhem dan Sparta Rotterdam di level junior, serta FC Dondrecht ketika senior. Mereka adalah putra Stanley Brard. Dia adalah salah satu staf pelatih di Akademi Feyenoord Rotterdam.
Semasa aktif bermain, Brard senior membela beberapa klub Eredivisie seperti Feyenoord dan RKC Waalwijk. Berposisi sebagai full back, dia memiliki 254 pertandingan Eredivisie dengan memproduksi 16 gol dan 4 assist. Menit bermain Brard senior mencapai 20.597.
Sayang, kegemilangan sang ayah tidak diikuti anak-anaknya. Setelah dari Medan, Bryan pulang ke Belanda untuk bermain di kompetisi amatir bersama ASWH dan Rijsoord. Dia pensiun pada akhir musim 2016/2017.
2. Dane Brard (Medan Chiefs)
Cerita keberadaan Dane di Indonesia sama persis dengan Bryan. Begitu pula perjalanan kariernya setelah LPI dipaksa membubarkan diri. Bedanya, Dane melanjutkan karier sebagai pelatih mengikuti ayahnya. Sejak 1 Juli 2013 hingga 30 Juni 2017, Dane bergabung sebagai staf pelatih di Akademi Feyenoord. Setelah itu, dia menjadi pelatih di bebarapa klub amatir Belanda.
3. Regilio Jacobs (Tangerang Wolves)
Bermain sebagai full back kanan, Jacobs datang ke Indonesia sebagai pengangguran setelah kontrak kerja dengan TOP Oss dihentikan beberapa bulan sebelum membela Tangerang Wolves. Lahir pada 12 Agustus 1987, Jacobs memiliki nenek moyang yang berasal dari Maluku.
Setelah LPI bubar, Jacobs kembali ke Belanda. Meski sudah terlanjur didaftarkan sebagai WNI, paspor Republik Indonesia tidak kunjung didapatkan. Akibatnya, pada musim 2011/2012 dia bergabung dengan Dijkse Boys. Itu adalah klub yang tampil di kompetisi amatir, yang dalam piramida KNVB ada di level 5.
Dari Dijkse Boys, Jacobs membela RKSV Margriet dan RKVV DESO di kompetisi yang sama. Lalu, pada 2017 dia memutuskan pensiun. Di sela-sela bermain, dia juga sempat terlibat dalam sejumlah acara reality show di televisi Belanda. Karena itu, aktivitas Jacobs saat ini adalah menjadi manajer artis pria dewasa di Belanda, Angelo Koppen.
4. Jordy de Kat (Tangerang Wolves)
De Kat memiliki ibu asal Semarang, Jawa Tengah. Fasih menggunakan Bahasa Indonesia, kemunculan pertama De Kat justru ada di acara talkshow televisi yang terkenal pada era itu dengan host komedian papan atas, Tukul Arwana. Di acara itu, De Kat dan beberapa pemain Belanda mempromosikan sebuah laga amal di Malang dan Surabaya.
Setelah pertandingan tersebut, De Kat dikontrak Tangerang Wolves sebagai pemain asing yang didaftarkan dengan status lokal. Tapi, di klub yang menjadikan Stadion Benteng, Tangerang, itu markas, De Kat tidak bisa berbicara banyak. Wolves ada di posisi 18 dari 19 peserta.
Sebelum meninggalkan Indonesia selama-lamanya, De Kat juga sempat mengikuti seleksi timnas U-23 yang disiapkan untuk SEA Games 2011. Tapi, kualitasnya masih jauh dari para pemain lokal Indonesia. Bahkan, Rahmad Darmawan selaku pelatih sama sekali tidak melirik pria kelahiran 10 Januari 1990 tersebut.
Gagal di Indonesia, De Kat pulang ke Belanda untuk bermain di klub amatir TOP Oss pada 2011/2012. Sembari bermain, De Kat melanjutkan pendidikan tinggi di sekolah yang disebut sebagai "university of applied sciences". Itu semacam politeknik atau program diploma di Indonesia.
Setelah lulus, De Kat tidak melanjutkan karier sepakbola. Dia memilih menekuni hobi bermusik dengan menjadi disc jockey. De Kat segera berganti nama menjadi DJ Ylexander ketika manggung di klub-klub malam di Amsterdam maupun sejumlah kota besar di Negeri Kincir Angin.
5. Raphael Maitimo (Bali Devata)
Berpura-pura menjadi "pemain Indonesia" selama kariernya di Bali Devata, Maitimo akhirnya mendapatkan paspor Republik Indonesia dan membela tim Garuda pada 2012. Ketika LPI bubar, Maitimo sempat kembali ke Belanda sebelum bergabung dengan Mitra Kukar.
Bersama Ilija Spasojevic, Maitimo menjadi salah satu lulusan LPI yang masih eksis di sepakbola Indonesia hingga hari ini. Jika Spasojevic menjadi pemain Bali United sebelum Liga 1 musim ini terhenti, Maitimo tercatat sebagai salah satu punggawa Persita Tengerang.
6. Ferd Pasaribu (Medan Chiefs)
Salah satu alasan Ferd bermain untuk Medan Chiefs di LPI karena asal usul nenek moyangnya dari Sumatera Utara. Berposisi sebagai bek kanan, putra pasangan Fred dan Arieanne Pasaribu itu datang ke Indonesia untuk bermain di LPI atas negosiasi langsung pemilik Chiefs, Sihar Sitorus.
"Saya sendiri orang Batak yang lahir dan besar di Jakarta. Ferd pemuda Batak yang lahir dan besar di Roermond (Belanda). Kami akan bertemu di Medan," ujar Sihar pada januari 2011, dilansir Radio Netherlands Worldwide.
Awal yang baik ternyata tidak berakhir indah. Setelah LPI dinyatakan sebagai kompetisi ilegal, Ferd terpaksa pulang ke Negeri Kincir Angin. Dia kembali ke klub lamanya Fortuna Sittard. Lalu, membela SVC 2000, RKVV DESO, VV Gestel, hingga EVV Eindhoven. Semuanya di kompetisi amatir.
7. Gaston Salasiwa (Bintang Medan)
Salasiwa merupakan pesepakbola keturunan Maluku yang ahir di Zaandam pada 17 Agustus 1988. Di masa mudanya, full back kiri itu merumput di WFC Wormerveer, KFC Koog aan de Zaan, Jong Ajax, dan AZ Alkmaar Junior. Salasiwa menjadi debut profesional pada 16 Januari 2009 untuk Telstar dengan status pinjaman dari AZ.
Pada 2011, Salasiwa terbang ke Indonesia untuk membela Bintang Medan. Selama bermain di LPI, tidak ada yang bisa diperbuat Salasiwa selain menempatkan Bintang di posisi 12 klasemen putaran pertama.
Ketika LPI bubar, Salasiwa kembali ke klub lamanya, Telstar. Lalu, pada musim 2014/2015, Salasiwa bermain untuk Almere City. Lalu, pada pertengahan 2018, dia pindah ke Notodden FK di Norwegia. Kontraknya habis pada akhir 2019 sehingga Salasiwa berstatus free agent.
Pada September 2020 Salasiwa melanjutkan karier di MVV Maastricht. Itu adalah Eerste Divisie dan hingga kini tidak pernah kembali ke Indonesia lagi selain berlibur di Bali.
Profil Frank Wormuth, Pria Jerman yang Akan Bantu Bima Sakti di Piala Dunia U-17 2023
Semoga berhasil menjalankan tugas.Lawan Pemuncak Klasemen, Persik Kediri Malah Kehilangan 3 Pemain Andalan
Pertandingan yang diramal akan menarik.Bertandang ke Markas Sendiri, Begini Persiapan Bali United Hadapi Arema FC
Pertandingan yang cukup unik bagi Bali United.Beda dengan Piala Dunia Pria, FIFA Sebut Piala Dunia Wanita Justru Rugi
Piala Dunia Wanita 2023 akan kick-off dalam hitungan hari.Unik! 5 Pemain Timnas Indonesia Bakal Dilatih Park Hang-seo Jika Gabung Persib Bandung
Semuanya baru sebatas rumor. Bisa benar, bisa salah.
Opini